Thursday, January 29, 2009

Pengobatan Alternatif Untuk Demam

Anak-anak, terutama yang aktif, rentan terhadap serangan penyakit demam/panas. Seperti biasanya, kita akan memberikan obat buatan pabrik [kimiawi] yang dijual bebas di toko obat/apotek atau yang diresepkan oleh dokter untuk menurunkan panas mereka.

Pengobatan alternatif untuk demam atau panas pada anak-anak ini didasarkan pada jenis demam/panas itu sendiri, dan bisa diberikan kepada penderita sebagai ramuan tambahan/pendamping obat yang diresepkan dokter.

PANAS BIASA

Untuk panas biasa, terdapat 3 (tiga) ramuan obat alternatif yang bisa digunakan:

Ramuan I:
Satu buah jeruk nipis diperas airnya, bawang merah dicuci lalu diparut dengan parutan yang dilapisi daun pisang. Kemudian perasan jeruk nipis dan parutan bawang merah tersebut dicampur dan ditambahkan garam sedikit dan minyak kelapa buatan.

Ramuan II:
Daun kembang sepatu secukupnya dilumatkan lalu ditambah air sedikit, kemudian dilumurkan ke seluruh tubuh.

Ramuan III:
Bawang merah secukupnya, dibersihkan lalu dilumatkan, kemudian dilumurkan ke seluruh tubuh, terutama dahi, ubun-ubun, leher dan ketiak.

Catatan:

- Segera berikan ramuan penurun panas, walaupun penyakitnya belum diketahui. Setelah 3 hari masih panas, bahkan disertai dengan gejala lain, maka segeralah bawa ke dokter atau balai pengobatan terdekat.
- Jangan menggunakan pakaian atau selimut tebal.
- Usahakan kamar tidak pengap, panas, dan buka jendelanya.
- Kompres badan si sakit dengan ramuan diatas atau air dingin terutama pada ketiak, kepala, perut dan lipat paha.
- Makan dan minum yang banyak, serta tetap berikan ASI untuk bayi.
- Walaupun minum obat dokter, tetap boleh meminum ramuan tersebut di atas.


PANAS MALARIA

Panas Malaria selalu disertai dengan gejala panas mengigil, keringat dingin, nyeri otot, pucat, lesu, dan sakit kepala.

Ramuan obat alternatifnya adalah sebagai berikut:
Satu buah jeruk nipis dibelah, ½ pelepah daun pepaya, satu jari kencur dimemarkan. Lalu ketiganya direbus dengan tiga gelas air. Bila perlu ditambah gula batu secukupnya, dan biarkan hingga airnya tinggal ½ gelas. Lalu diminum 3 X sehari ½ gelas selama satu minggu.

Catatan :
- Untuk anak dengan panas tinggi, mula-mula harus diturunkan panasnya. Berikan kompres atau ramuan penurun panas yang lain juga.
- Jangan diselimuti atau memakai pakaian tebal.
- Apabila menggigil dan terasa dingin, anak didekap atau dibungkus selimut, lepas kembali bila keadaan sudah normal.
- Berikan makan dan minum yang banyak untuk mempercepat dan pemulihan kesehatan tubuh.


PANAS CAMPAK

Panas Campak/gabagen diikuti dengan gejala panas tinggi, anak rewel, lemah, batuk-batuk, mata merah, bintik-bintik merah di kulit.

Untuk ramuan obat alternatifnya ada 2 (dua) macam, yaitu:

Ramuan I:
Daun cocor bebek secukupnya lalu dipipis halus, ditambah air sedikit. Kemudian ditempelkan pada ubun-ubun anak, agar panasnya turun.

Ramuan II:
3 jari kunyit/kunir diparut, ditambah air matang sedikit, lalu disaring sampai didapat ½ cangkir sari kunyit/kunir. Kemudian ditambah 1 butir kuning telur ayam kampung/Jawa dan 2 sendok teh madu, lalu diaduk. Minumkan sehari sekali dan ampasnya dibalurkan pada kulit yang ada bercak/bintik merahnya.

Catatan :

- Bila panasnya badannya sangat tinggi dan disertai sukar buang air kecil, berilah minum air kelapa hijau yang muda, disamping diberi juga kompres penurun panas.
- Beri juga ramuan obat penurun panas.
- Anak diberi imunisasi campak sebelum umur 1 tahun (9-11 bulan), agar anak terlindung dari serangan penyakit campak.
- Anak tidak perlu dimandikan selama masih panas, hanya dibersihkan dengan lap/handuk basah (air suam kuku).
- Makanan diberikan seperti biasa, yaitu makanan yang bergizi dan lunak sesuai umur anak. Anak yang menyusu tetap disusui.
- Apabila ada tanda-tanda anak terserang campak yang disertai batuk-batuk, segera dibawa ke dokter atau balai pengobatan terdekat.
- Anak yang sehat harus dipisahkan dengan penderita campak

Kenalkan Internet Sesuai Usia Anak

Di zaman serba canggih seperti saat ini, anak-anak semakin mudah menyentuh dunia internet. Agar mereka tetap aman berinternet, ikuti cara mengenalkan internet yang baik sesuai usia anak berikut ini.

A. USIA 2-4 TAHUN
Anak balita yang mulai berinteraksi dengan komputer harus didampingi orangtua atau orang dewasa.

Pendampingan ini bukan sekadar menyangkut soal keselamatan dan keamanan saja, tapi juga membawa anak memiliki pengalaman yang menyenangkan sekaligus memperkuat ikatan emosional antara Si Kecil dengan orangtua.

Pilihlah situs yang cocok, aman, layak dan terpercaya dikunjungi, tanpa perlu memaksa anak keluar dari situs ketika masih menginginkannya. .

B. USIA 4-7 TAHUN
Peran orangtua masih sangat penting untuk mendampinginya ketika berinternet. Orangtua juga harus mempertimbangkan batasan, situs apa saja yang boleh dan tidak dikunjungi Si Kecil.

Orangtua bisa membuat direktori atau search engine khusus agar anak mudah membuka situs yang layak, sehingga, ia akan mendapatkan pengalaman positif jika menemukan banyak hal baru dari internet.

C. USIA 7-10 TAHUN
Di usia ini, anak mulai mencari informasi dan kehidupan sosialnya di luar keluarga. Faktor pertemanan dan kelompok bermain juga mulai berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupannya. Ia juga mulai meminta kebebasan lebih banyak.

Anak memang harus didorong untuk bereksplorasi, meski bukan berarti tidak ada pendampingan orangtua. Jadi, sebaiknya tempatkan komputer di ruangan yang mudah diawasi agar anak bebas bereksplorasi dengan internet di rumah.

Pertimbangkan menggunakan software filter, memasang search engine khusus anak, untuk mencapai situs yang boleh dikunjunginya, atau gunakan browser yang dirancang khusus untuk anak.

Di masa ini, fokus orangtua jangan hanya pada apa yang ia lakukan, tapi juga batasi berapa lama ia online.

D. USIA 10-12 TAHUN
Di masa pra-remaja ini, anak butuh lebih banyak pengalaman dan kebebasan. Inilah saat yang tepat untuk lebih mengenalkan fungsi internet dalam membantu tugas sekolah, atau menemukan banyak hal, yang berhubungan dengan hobinya.

Di usia 12, anak mulai mengasah kemampuan dan nalarnya sehingga ia akan membentuk nilai dan norma sendiri, yang dipengaruhi nilai dan norma yang dianut kelompok pertemanannya.

Tugas orangtua adalah membantu mengarahkan kebebasannya. Jadi, fokusnya bukan hanya terpaku pada apa yang ia lihat di internet, tapi juga berapa lama ia online. Batasi penggunaannya, jangan sampai ia tenggelam di dunia maya dan melupakan dunia sosial yang sesungguhnya.

E. USIA 12-14 TAHUN
Inilah saatnya anak-anak mulai aktif menjalani kehidupan sosialnya. Bagi anak pengguna internet, kebanyakan akan tertarik online chat (chatting). Tekankan lagi kepada mereka dasar-dasar penggunaan internet di rumah.

Ingatkan juga, agar jangan pernah memberikan data pribadi apa pun, bertukar foto, atau brertemu muka dengan orang yang baru dikenalnya melalui chatting, tanpa sepengetahuan atau seizin orangtua.

Di usia ini juga anak mulai tertarik dengan hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas. Sangat alamiah jika ia mulai penasaran dengan lawan jenisnya. Nah, waktunya orangtua waspada terhadap aktifitas anak.

Orangtua tak harus selalu berada di satu ruangan ketika anak sedang berinternet. Namun, ia harus tahu, orangtua bisa seawaktu-waktu masuk ke dalam kehidupannya, dan bertanya segala hal tentang aktivitasnya, termasuk aktivitasnya di internet.

(TABLOID NOVA/INTAN/ ICT Watch)

Waktu yang Tepat Bagi Anak untuk Belajar Bahasa Inggris

Ada anggapan, semakin muda usia semakin mudah anak belajar bahasa daripada orang dewasa. Ada pula yang berpendapat, belajar bahasa asing sejak dini bukan jaminan. Sementara yang lain bilang, keberhasilan belajar bahasa asing sangat ditentukan oleh motif atau kebutuhan berkomunikasi dalam lingkungannya. Mana yang benar?

Belakangan ini aneka kursus bahasa asing, terutama Inggris, kian semarak. Tidak hanya untuk orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Lembaga persekolahan pun tak mau ketinggalan zaman. Pengajaran bahasa Inggris yang semula hanya dikenal di tingkat SMTP, kini diberikan kepada siswa SD, bahkan murid Sekolah Taman Kanak-Kanak.

Fenomena seperti itu antara lain terpacu oleh obsesi orang tua yang menghendaki anaknya cepat bisa berbahasa asing. Mereka berpandangan, semakin dini anak belajar bahasa asing, semakin mudah ia menguasai bahasa itu. Lalu, bagaimana pendapat para pakar bahasa?

Masa emas belajar bahasa
Beberapa pakar bahasa mendukung pandangan "semakin dini anak belajar bahasa asing, semakin mudah anak menguasai bahasa itu". Misalnya, McLaughlin dan Genesee menyatakan bahwa anak-anak lebih cepat memperoleh bahasa tanpa banyak kesukaran dibandingkan dengan orang dewasa.

Demikian pula Eric H. Lennenberg, ahli neurologi, berpendapat bahwa sebelum masa pubertas, daya pikir (otak) anak lebih lentur. Makanya, ia lebih mudah belajar bahasa. Sedangkan sesudahnya akan makin berkurang dan pencapaiannya pun tidak maksimal.

Dr. Bambang Kaswanti Purwo, ketua Program Studi Linguistik Terapan Bahasa Inggris, Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, dalam tulisannya Pangajaran Bahasa Inggris di SD dan SMTP, menyebut bahwa usia 6 - 12 tahun, merupakan masa emas atau paling ideal untuk belajar bahasa selain bahasa ibu (bahasa pertama). Alasannya, otak anak masih plastis dan lentur, sehingga proses penyerapan bahasa lebih mulus. Lagi pula daya penyerapan bahasa pada anak berfungsi secara otomatis.

Cukup dengan pemajanan diri (self-exposure) pada bahasa tertentu, misalnya ia tinggal di suatu lingkungan yang berbahasa lain dari bahasa ibunya, dengan mudah anak akan dapat menguasai bahasa itu. Masa emas itu sudah tidak dimiliki oleh orang dewasa. Namun, bukan berarti orang dewasa tidak mampu menguasai bahasa kedua (bahasa asing).

Lenneberg mengemukakan, orang dewasa dengan inteligensia rata-rata pun mampu mempelajari bahasa kedua selewat usia 20 tahun. Bahkan ada yang mampu belajar berkomunikasi bahasa asing pada usia 40 tahun.

Kenyataan itu tidaklah bertentangan dengan hipotesis mengenai batasan usia untuk penguasaan bahasa karena penataan bahasa pada otak sudah terbentuk pada masa kanak-kanak. Hanya saja lewat masa pubertas terjadi "hambatan pembelajaran bahasa" (language learning blocks). "Jadi, maklum bila belajar bahasa selewat masa pubertas, justru lebih repot daripada ketika usia lima belas atau lima tahun," ujar Bambang.

Pada penguasaan bahasa pertama dikenal istilah "masa kritis" (critical period). Pada penguasaan bahasa kedua (bahasa asing) terdapat istilah "masa peka" (sensitive period). Berdasarkan penelitian Patkowski, masa peka penguasaan sintaksis bahasa asing adalah masa sampai usia 15 tahun.

Anak yang dihadapkan pada bahasa asing sebelum usia 15 tahun mampu menguasai sintaksis bahasa asing seperti penutur asli. Sebaliknya, pada orang dewasa hampir tak mungkin aksen bahasa asing dapat dikuasai. Lebih detail dipaparkan oleh peneliti lain.

Penelitian Fathman terhadap 200 anak berusia 6 - 15 tahun yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua di sekolah di AS, menunjukkan bahwa anak yang lebih muda (usia 6 - 10 tahun) lebih berhasil pada penguasaan fonologi (tata bunyi) bahasa Inggris. Sedangkan pada anak lebih tua (11 - 15 tahun) lebih berhasil pada penguasaan morfologi (satuan bentuk bahasa terkecil) dan sintaksisnya (susunan kata dan kalimat).

Masih tentang penguasaan aspek tertentu dari bahasa asing dalam kaitannya dengan faktor usia, Scovel menyebutkan, kemampuan untuk menguasai aksen bahasa asing berakhir sekitar usia 10 tahun. Sedangkan penguasaan kosa kata dan sintaksis, menurut catatannya, tidak mengenal batasan usia.

Pro-kontra periode kritis Masa ideal anak belajar bahasa bertolak dari apa yang disebut periode kritis bagi penguasaan bahasa ibu. Periode kritis sebenarnya masih berupa hipotesis bahwa dalam perjalanan hidup manusia terdapat jadwal biologis yang menentukan masa-masa kegiatan seseorang (Brown, 1994).

Periode kritis sering dihubung-hubungkan dengan proses pembelahan antara otak kiri dengan otak kanan. Hasil penelitian neurologis menyebutkan, pada usia menjelang dewasa, fungsi-fungsi kemanusiaan terbagi atas dua bagian. Fungsi intelektual, logika, analisis, dan kemampuan berbahasa berada pada otak bagian kiri.

Sedangkan fungsi yang berhubungan dengan emosi dan fungsi lain yang bersifat sosial dikendalikan oleh belahan otak kanan. Ketika memasuki proses pembelahan otak itulah, menurut para pakar anatomi bahasa, masa peka bahasa itu berlangsung. Setelah proses "penyebelahan" (lateralization) otak selesai, menurut hipotesis Lenneberg, perkembangan bahasa cenderung menjadi "beku". Keterampilan dasar yang belum dapat dicapai pada masa itu (kecuali untuk artikulasi) biasanya akan tetap tidak sempurna.

Kapan tepatnya proses terjadinya masa pembelahan otak, masih terdapat ketidaksepakatan di antara para ahli.

Pandangan-pandangan yang berseberangan antara lain dikemukakan oleh Sorenson dan Jane Hill. Menurut penelitian Sorenson terhadap suku Tukaro di Amerika Selatan, menjelang usia dewasa masyarakat Tukaro paling tidak sudah menguasai dua atau tiga dari 24 bahasa yang biasanya mereka pergunakan.

Yang lebih mengherankan lagi, jumlah penguasaan bahasa itu malahan semakin banyak dan lebih sempurna ketika mereka menjelang usia tua.

Bukti lain
Berdasarkan penelitian yang dilakukannya terhadap masyarakat Barat, Jane Hill berkesimpulan bahwa dalam perkembangan normal seseorang dapat mempelajari bahasa asing dengan sempurna, terlepas dari apakah ia berusia muda atau tua. Proses pembelahan otak, menurut Eric Lenneberg, terjadi sejak anak berusia dua tahun dan berakhir menjelang pubertas.

Sedangkan Norwan Geshwind berpendapat, pembelahan otak (periode kritis) usai jauh sebelum masa pubertas. Lebih ekstrem lagi pendapat Stephen Krashen, yakni proses pembelahan itu berakhir sewaktu anak berusia lima tahun. Dengan demikian, jelas bahwa hipotesis periode kritis tidak bisa dijadikan kriteria keberhasilan pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing.

Keberhasilan seseorang belajar bahasa asing, menurut Gardner dan Lambert, tidak tergantung pada kemampuan intelektual atau kecakapan bawaan berbahasa, tetapi sangat ditentukan oleh motif atau kebutuhan berkomunikasi dalam lingkungannya.

Bukan jaminan
Sejak masuk SD bahkan TK, anak sudah "dituntut" menguasai lebih dari satu bahasa; bahasa daerah dan Indonesia. Keduanya dipakai sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar-mengajar. Betapa beratnya beban mereka, bila kemudian masih ditambah lagi belajar bahasa Inggris. Empat bahasa harus mereka kuasai dalam satu periode, misalnya.

Kenyataan itu bukannya menambah cepat anak menguasai bahasa asing. Di samping akan menimbulkan beban psikologis, tak tertutup kemungkinan laju perkembangan bahasa daerah dan nasional anak pun malahan terhambat, atau justru merusak sistem-sistem bahasa yang terlebih dahulu dia kuasai.

Hal seperti itu tidak jauh berbeda dengan anak yang sedang belajar bola tangan. Sebelum ia mahir bermain bola tangan, lalu ditimpa lagi dengan permainan bola basket dan sepak bola. Pelatih tidak perlu heran apabila kemudian si anak memasukkan bola dengan tangan ketika bertanding sepak bola, atau menyundul dan menendang bola ketika anak bermain bola basket.

Jeperson jauh-jauh sebelumnya memperingatkan bahwa anak yang mempelajari dua bahasa tidak akan dapat menguasai kedua bahasa itu dengan sama baiknya. Juga tak akan sebaik mempelajari satu bahasa. Kerja otak untuk menguasai dua bahasa akan menghambat anak untuk mempelajari hal lain yang harus dia kuasai.

Perkembangan bahasa anak terganggu, baik dalam penggunaan kosa kata, struktur tata bahasa, bentuk kata, dan beberapa penyimpangan bahasa lainnya. Tidak terelakkan, dalam era global penguasaan bahasa Inggris hukumnya wajib. Siapa yang ingin luas pergaulan, sukses berbisnis, maupun menguasai ilmu pengetahuan mau tidak mau harus menguasai bahasa yang satu ini.

Namun, dalam penanaman kita dituntut sikap bijak dan tidak tergesa-gesa. Di samping perlu mempertimbangkan kemampuan anak, para orang tua hendaknya memperhatikan pula kepentingan anak akan penguasaan bahasa daerah dan nasional.

Kedua bahasa itu tidak bisa dilepaskan begitu saja dari fungsi keseharian dan tanggung jawab sosial anak. Sebab itu, akan lebih baik bila bahasa Inggris atau bahasa asing lain diberikan setelah bahasa daerah dan bahasa nasional terkuasai secara mantap. Pengajaran bahasa asing dalam usia dini toh bukan jaminan mutlak keberhasilan berbahasa pada anak.

(E. Kosasih, mahasiswa Pengajaran Bahasa pada Program Pascasarjana IKIP Bandung, dan A. Hery Suyono/ INTISARI)

Tuesday, January 27, 2009

Kisah Seribu Satu Malam

"Alfu Laila wa Laila" atau Hikayat Seribu Satu Malam dipandang banyak kalangan sebagai sumbangan besar peradaban Islam abad sembilan kepada khasanah sastera dunia. Kisah ini banyak diceritakan kembali dalam berbagai bahasa dan versi, tidak hanya di kawasan Timur Tengah, namun juga oleh negeri-negeri Eropa. Bahkan, dunia film Amerika pun berkali-kali mengangkat cerita tersebut ke dalam film dan kartun animasi.

Kepopuleran kumpulan ceritera--yang terdiri dari beberapa episode meliputi Aladdin dan Lampu Wasiat, Ali Baba, Sinbad si Pelaut dan Abu Nawas-- ini juga merambah ke berbagai jenis dan tingkat komunitas, mulai pembaca awam, dunia sastra hingga penggemar film layar lebar.

Meski demikian, ternyata dongeng ini masih menyimpan banyak kemisteriusan sebagaimana cerita-ceritanya yang selalu mendebarkan. Ada yang menyebut bahwa kisah ini merupakan kumpulan ceritera rakyat Arab, dimana kisah-kisahnya ditata dan ditulis oleh seorang pengarang bernama Abu Abdullah bin Abdus Al Jasyyari berdasarkan cerita berbahasa Persia yang berjudul Hazar Afsanak yang berarti: Seribu Cerita. Pendapat lain mengatakan bahwa kumpulan dongeng ini tidak dikarang oleh satu orang, melainkan oleh banyak penulis pada periode yang berbeda-beda.

Di dunia Barat Hikayat 1001 Malam dikenal sebagai `The Arabian Nights'. Konon, pertama kali diperkenalkan ke dunia Barat oleh seorang sarjana Perancis bernama Jean Antoine Galland. Dia menemukan naskah kumpulan dongeng Arab ini dalam perjalanannya sebagai kolektor benda-benda antik untuk sebuah museum. Kemudian, dia menerjemahkannya ke dalam bahasa Perancis menjadi sebanyak 12 jilid, dimana jilid pertama terbit pada tahun 1704 sedangkan jilid 11 dan 12 baru dapat diterbitkan tahun 1717.

Seribu Satu Malam merupakan sastra epik dari Timur Tengah yang lahir pada Abad Pertengahan. Kumpulan cerita ini mengisahkan tentang seorang ratu Sassanid, Scheherazade yang menceritakan serantai kisah-kisah yang menarik pada sang suami, Raja Shahryar, untuk menunda hukuman mati atas dirinya. Kisah-kisah ini diceritakannya dalam waktu seribu satu malam dan setiap malam Scheherezade mengakhiri kisahnya dengan akhir yang menegangkan sehingga sang raja pun selalu menangguhkan perintah hukuman mati pada diri Scheherazade.

Buku Seribu Satu Malam terdiri dari kumpulan-kumpulan kisah dengan tokoh yang berbeda dan alur cerita yang menarik. Di dalamnya termasuk legenda, fabel, roman, dan dongeng dengan latar yang berbeda seperti Baghdad, Basrah, Kairo, dan Damaskus juga ke China, Yunani, India, Afrika Utara dan Turki.

Kisah-kisah dalam Seribu Satu Malam, seperti Scheherezade dan Shahryar, dan Sinbad si Pelaut, menekankan tiga hal pada pembaca yaitu :

  1. Suatu masalah akan selalu ada penyelesaiannya
  2. Keteguhan akan membuat suatu masalah mencapai penyelesaiannya
  3. Kekuatan batin dapat membantu untuk mempertahankan keteguhan.

Sejarah

Pada abad ke-8, masa pemerintahan khalifah Abbasiyah Harun al-Rashid, Baghdad merupakan salah satu kota perdagangan yang sangat penting. Pedagang dari China, India, Afrika, dan Eropa singgah dapat ditemukan disana. Ketika inilah cerita-cerita tradisional dari berbagai bangsa dikumpulkan jadi satu dan dinamakan Hazar Afsanah. Pada abad ke-9, seorang pendongeng dari Arab bernama Abu abd-Allah Muhammed el-Gahshigar menerjemahkan kumpulan cerita ini ke dalam bahasa Arab. Kerangka cerita mengenai Scheherazade dan Shahryar baru ditambahkan pada abad ke-14. Bentuk modern pertama dari cerita Seribu Satu Malam, namun masih dalam bahasa Arab, diterbitkan di Kairo pada tahun 1835.

sumber

Alkisah....

Alkisah, seorang sultan di daratan Persia bernama Syahriyar (Syahriar atau Shahriar) شهريار dikunjungi oleh adiknya. Sang adik bermuram durja hingga membuat Raja Syahriyar penasaran dengan tabiat adiknya tersebut. Sang adik bermuram durja sebab dengan mata kepalanya sendiri melihat istrinya berselingkuh dan langsung dipancung dengan pedang, keduanya.

Ajakan berburu Raja Syahriyar pun akhirnya tidak diikuti dan berdiam di istana yang malah membuat dirinya menjadi saksi mata melihat kakak iparnya berselingkuh di saat Raja Syahriyar berburu. Nasib orang lain sepertinya menjadi sedikit obat hingga kemurungannya hilang yang juga membuat heran Raja Syahriyar. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya diceritakanlah kesaksian itu kepada Raja Syahriyar. Raja Syahriyar marah yang akhirnya menangkap basah istrinya dan langsung memancung keduanya.

Setelah adiknya kembali Raja Syahriyar memerintahkan kepada Wazir –Vizier menurut lafal Barat– (seorang perdana menteri) untuk mencari gadis untuk dinikahinya secara resmi kemudian esok sorenya dihukum pancung. Setelah beberapa lama Syahriyar meminta tiga hari sekali sebab semakin sulit mencari gadis muda, hingga akhirnya putri Wazir yaitu Syahrazad شهرزاد –Scherezade menurut lafal Barat– dengan tanpa paksaan meminta untuk menikah dengan sang Raja Syahriyar.

Secara resmi akhirnya Syahriyar menikahi Syahrazad. Atas permintaan Dunyazad –Doniazade menurut lafal Barat– untuk mendengarkan cerita terakhir kalinya dari sang kakak, Raja Syahriyar pun memenuhi permintaan tersebut dan ikut mendengarkan cerita Syahrazad yang biasa ia lakukan untuk menjadi dongeng pengantar tidur adiknya.

Sore hari setelah berlalu satu hari menikah akhirnya Syahrazad luput dari hukuman pancung dan malamnya mulailah Syahrazad bercerita kepada Dunyazad dan Raja Syahriyar. Hingga pagi hari cerita tertunda karena kantuk menyerang semuanya. Namun sore hari Raja Syahriyar penasaran dengan cerita Syahrazad yang menggantung tak selesai tersebut, hingga hukuman pancung pun ditunda agar bisa mendengar kelanjutan kisah Syahrazad.

Syahrazad bercerita terus tiap malam dan selalu berakhir menggantung (suspense) di pagi hari. Cerita yang disampaikan Syahrazad selalu cerita dalam cerita sehingga meskipun satu cerita selesai bingkai ceritanya tak pernah selesai. Cerita-cerita yang dikisahkan Syahrazad adalah dongeng yang kita kenal seperti Aladdin dan Lampu Wasiat, Sinbad Sang Pelaut, Ali Baba, Harun Al-Rasyid dan Abunawas, dan sebagainya.

Akhirnya selama 1001 malam Syahrazad terbebas dari hukuman pancung –dan dunia pun mendapat 1001 cerita– dan Raja Syahriyar pun menarik hukuman tersebut, serta Syahrazad tetap dicintainya menjadi permaisuri dan rakyatnya terutama para gadis yang merasa selamat dari aturan raja yang mengerikan tersebut.

Kisah Seribu Satu Malam ini banyak diceritakan kembali dalam berbagai bahasa, tidak hanya di kawasan Persia (sekarang wilayah Iran, Iraq, Afghanistan, Tajikistan dan Uzbekistan) namun juga oleh negeri-negeri Eropa, bahkan Amerika pun mengangkat cerita tersebut ke dalam film dan kartun animasi.


Tahukah anda asal mula kisah 1001 malam?


Kisah ini bermula dari seorang raja. Ia mempunyai permaisuri yang sangat cantik.
Entah kenapa, sang permaisuri ternyata selingkuh dengan seorang prajurit.
Ketika mengetahui hal ini, sang raja sangat murka. Ia menghukum mati permaisurinya.
Demikian juga dengan prajuritnya.

Semenjak itu, sang raja sangat mendendam pada setiap wanita.
Tetapi meski begitu, ia ingin terus menikah.
Kejamnya sang raja, sehari setelah menikah, ia akan menghukum mati permaisuri barunya itu.
Tak ada yang bisa menghentikan perilaku raja ini.
Meski para pejabat tidak setuju, mereka hanya bisa diam. Ketakutan.

Begitu juga dengan rakyatnya.
Mereka hanya bisa pasrah dengan kekejaman sang raja.
Apalagi bagi mereka yang mempunyai anak perempuan. Setiap hari mereka
was-was. Mereka takut sang raja akan memilih putri mereka. Mereka hanya
bisa merasakan kebahagiaan sejenak. Yaitu ketika pesta pernikahan. Tetapi
setelah itu mereka harus menyiapkan kain kafan. Putri mereka dipastikan.. .mati.

Beratus-ratus perempuan telah menjadi korban. Tetapi dendam sang raja
belum juga padam. Ia terus saja mencari perempuan-perempuan cantik,
menikahinya dan membunuhnya.

Suatu hari, sang raja bertemu dengan seorang perempuan cantik. Ternyata
perempuan itu adalah putri penasihat kerajaan. Sang raja pun langsung
melamar putri cantik tersebut pada penasihatnya. Sang penasihat bingung
menghadapinya. Ia tahu nasib yang menanti putri kesayangannya. Setelah
pernikahan, ia akan kehilangan putrinya. Untuk selamanya. Tetapi untuk
menolak permintaan sang raja pun berat. Dan akibatnya sama saja. Kematian
dirinya sendiri dan putrinya juga.

Di tengah kebingungan tersebut, sang putri menghadap ayahnya.
"Ayah, terima saja lamaran sang raja. Aku nggak apa-apa koq. Aku yakin bisa
merubah tabiat sang raja." Begitu kata putrinya.
Dengan berat hati, akhirnya penasihat kerajaan menerima lamaran sang raja.
Pesta pernikahan pun digelar. Kali ini lebih megah dan meriah dibanding
sebelumnya. Karena yang menikah adalah seorang raja dan seorang putri
penasihat kerajaan.

Akhirnya pesta pun usai. Malam pengantin pun menjelang. Pasangan
berbahagia itu pun melewatkan malam pertamanya dengan penuh kebahagiaan.
Pada saat, sang raja beranjak ke peraduan, permaisurinya bertanya: "Wahai
kekasihku, izinkanlah aku menceritakan sebuah kisah yang menakjubkan. "
Mendengar permintaan permaisurinya sang raja tersenyum senang. Ia memang
sangat senang mendengar kisah-kisah hebat. "Silahkan permaisuriku sayang."
Katanya.

Sang permaisuri pun memulai ceritanya. Begitu serunya kisah yang ia
ceritakan, sampai sang raja tidak terserang kantuk sejenak pun. Tetapi
ketika kisah itu sedang ada di puncak ketegangannya, sang permaisuri
menghentikan ceritanya. Ia berjanji akan melanjutkan ceritanya besok
malam. Sang raja pun setuju. Mereka pun tertidur sejenak.
Sepanjang hari sang raja terus penasaran. Ia ingin cepat-cepat malam.

Ketika malam tiba, sang raja sudah siap di kamarnya. Ia benar-benar
penasaran akan lanjutan kisah dari permaisurinya.
Sang permaisuri pun melanjutkan ceritanya. Ketika satu kisah sudah
berakhir ia lanjutkan dengan kisah berikutnya yang lebih seru lagi. Tapi
seperti biasa, ketika satu kisah sedang seru-serunya, ia hentikan
ceritanya. Ia pun berjanji akan melanjutkan kisah itu besok malamnya.
Begitu terus setiap malam. Tidak terasa, pasangan itu tetap bersama selama
dua tahun. Kisah yang diceritakan sang permaisuri pun telah berjumlah
1000. Akhirnya pada akhir kisah yang ke-1001, sang permaisuri mengingatkan
sesuatu pada sang raja. Ia ingatkan tentang perilaku sang raja yang tidak
baik. Sang raja pun menyesal akan perilakunya. Ia meminta maaf pada
seluruh rakyatnya. Rakyat kerajaan itu, terutama penasihat kerajaan,
sangat senang. Raja mereka kembali adil dan bijak. Kerajaan itu pun makmur
dan sejahtera.

Itulah awal mula kisah 1001 malam. Inilah kisah puncak
tentang peluang. Putri penasihat kerajaan telah mengambil resiko sangat
besar. Kehilangan hidupnya. Demi peluang memperbaiki perilaku raja dan
kebaikan seluruh rakyat, sang putri menempuh bahaya. Akhirnya ia berhasil.
Entah bagaimana nasib kerajaan itu bila tidak ada putri pemberani ini.
Mungkin kerajaan itu akan hancur. Mungkin rakyat akan memberontak pada
raja lalim tersebut. Untunglah sang putri sangat cerdas melihat solusi
masalah tersebut. Selain cerdas, ia juga berani.

Sang putri mengajarkan dua hal itu.
Keberanian dan kecerdasan.
Kedua hal ini mesti seiring sejalan. Keduanya saling membutuhkan. Yang
satu tidak bisa terlepas dari yang lain. Jika anda berani saja, tapi tidak
cerdas, anda bisa kejebur ke jurang kegagalan berkali-kali, tanpa belajar
apapun darinya. Dan bila anda cerdas tapi tidak berani, anda hanya akan
jadi pengamat dan pengkritik, tanpa beraksi apa-apa.
Jadi, dalam menciptakan, melihat, memanfaatkan, dan membagi peluang, anda
harus punya dua hal. Keberanian dan kecerdasan.

berbagai sumber